Sabtu, 17 Agustus 2013

Sang Pembuat DAM

Belanda merupakan negara dengan hampir separo area wilayahnya berada di bawah permukaan air laut. Nama Netherlands pun sejatinya berasal dari kata Belanda “nieder” yang berarti rendah dan “land” yang berarti tanah. Persoalan geografis ini membuat pusing rakyat Belanda. Mereka pun melakukan adaptasi dengan kondisi alam yang kurang bersahabat itu.
Prioritas utama yang harus dilakukan adalah mencegah tumpahnya air laut ke daratan. Oleh karena itu, Belanda segera membuat pematang raksasa berbentuk bukit pasir yang membentang di wilayah utara Belanda. Di dalam pematang itu lantas ditanami berbagai jenis rumput, belukar dan pohon yang dimaksudkan sebagai perekat. Setelah sekian lama, tanah pasir yang ini pun menjadi daratan. Namun, masih ada sisa kumpulan air dalam danau-danau kecil, berbentuk telaga. Sisa air ini kemudian dikeringkan dengan jalan memompa airnya keluar. Hasilnya, luas daratan makin bertambah (Kompasiana, 25 Maret 2010).
Upaya berikutnya adalah membangun pelindung berupa ratusan tanggul besar dan kecil yang dilengkapi kincir yang membentang di pinggir laut dan sungai yang tanahnya rendah. Tanggul membentang dari Belgia hingga Provinsi Frisland dan Groningen di Utara Belanda. Ketinggian tanggul disesuaikan dengan tinggi rendahnya letak tanah di pinggir sungai atau kanal masing-masing. Belanda juga membangun dam di antara dua daratan yang dinilai rawan dan berbahaya. Sebagian dana untuk mengapungkan daratan Belanda itu disedot dari sumber daya alam nusantara yang dibawa VOC pada abad ke-17 sampai ke-19.
Belanda sudah berjuang nyata melawan laut yang terus merangsek ke daratan. Namun, apa daya, banjir tetap datang juga. Bahkan, menggebrak hampir di setiap abad. Beberapa bencana banjir pun diabadikan untuk dikenang, di antaranya The Saint Aechtens’s Day Flood (1288), The Saint Elizabeth’s Day Flood (1404 dan 1421), The Saint Felix’s Day (1530), All Saints’s Day Flood (1570), dan yang masih segar dalam ingatan adalah banjir 1953.
Banjir besar yang menyapu Belanda di tahun 1953 (foto : http://www.digitaljournal.com)
Pada malam musim dingin yang nahas itu, 31 Januari 1953, kekuatan alam menggila. Langit suram, ombak mendidih bergejolak, dan angin menderu-deru ke segala arah. Permukaan Laut Utara naik sampai 30 meter. Tanpa ampun, air bah yang hampir membeku menghajar daratan Zeeland, provinsi di ujung selatan Belanda. Dampaknya sungguh memilukan. Ada 1.835 nyawa melayang, 110 ribu penduduk diungsikan, 200 hektare lahan pertanian hancur total, 47 ribu bangunan luluh-lantak, 67 tanggul jebol tanpa daya, dan dua desa hilang dari peta.
Banjir besar yang disebut sebagai bencana terburuk di Eropa itu membuat warga Belanda bertekad tak ingin lagi diterjang banjir. Untuk mewujudkannya, tak lama setelah bencana 1953, dibuatlah rencana pembangunan sejumlah bendungan yang dikenal dengan Proyek Delta.
Secara bertahap, tiga belas bendungan raksasa dibangun dalam tempo 39 tahun. Bendungan pertama selesai dibangun pada 1958 di Sungai The Hollandse Ijssel, sebelah timur Rotterdam. Setelah itu, dibangun bendungan The Ooster Dam (The Oosterschelde Stormvloedkering). Bendungan ini membentengi seluruh daratan Zeeland yang langsung berhadapan dengan seluruh lengan Laut Utara. Tanggul ini sungguh luar biasa. Begitu rumit konstruksinya sehingga ia disebut sebagai bendungan dengan rancang bangun paling kompleks yang pernah dibuat manusia. The Economist pun menjulukinya sebagai ”Miracle of the Netherlands”.
Bendungan Ooster dengan rancang bangun yang sangat kompleks. (Foto :http://www.panoramio.com)
Simak saja detail bangunannya. Panjang tanggulnya hampir mencapai 11 kilometer Terdapat 64 dermaga di sepanjang tanggul. Setiap dermaga berukuran seperti gereja katedral dan beratnya setara dengan 180 ribu mobil. Lantas, ada 62 pintu air yang menggantung kolosal di setiap dermaga—total ada 3.968 pintu air—yang bisa dibuka-tutup berdasar kebutuhan.
Bukan hanya dahsyat dalam soal ukuran. Bendungan Ooster dirancang dengan hati-hati dan ketelitian penuh. Konstruksi Bendungan Ooster dibuat sedemikian rupa sehingga diharapkan mampu mencegah banjir hebat yang kemungkinannya terjadi sekali dalam empat ribu tahun.
Setiap dermaga dan pintu air dibangun dalam sebuah ruangan (dok) khusus. Ketika pembangunan dermaga dan pintu air untuk Ooster rampung, dok sengaja dibanjiri dengan air laut. Setiap milimeter diamati agar jangan sampai ada keretakan sekecil apa pun. Langkah hati-hati ini punya satu motivasi. ”Karena rakyat kami telah bersumpah tak boleh lagi ada bencana banjir 1953,” demikian keterangan resmi yang tercantum dalam situs Provinsi Zeeland. Sebuah dinding di lorong tanggul seperti didekasikan untuk korban banjir 1953. Dinding itu dipenuhi nama ribuan korban banjir sebelum The Ooster Dam dibangun. Memang, Bendungan Ooster adalah dam yang terpanjang dalam rangkaian Proyek Delta ini (Tempo, 20 Desember 2004).
Maeslantkering yang dibangun di muara Nieuwe Waterweg, yaitu kanal yang menjadi gerbang masuk ke Pelabuhan Rotterdam. (Foto : Dok. Kompas)
Bendungan terakhir yang selesai dibangun adalah The Maeslantkering pada 1997. Maeslantkering dibangun di muara Nieuwe Waterweg, kanal yang menjadi gerbang masuk ke Pelabuhan Rotterdam. Tanggul ini terdiri dari dua lengan raksasa dengan panjang masing-masing 300 meter. Jika diberdirikan, satu lengan setara dengan tinggi menara Eiffle di Perancis (Kompas, 29 November 2008).
Kedua lengan raksasa Maeslantkering ini bisa dibuka-tutup. Komputer secara otomatis akan menutup gerbang ini jika ada badai dari Laut Utara dengan ketinggian di atas tiga meter. Sejak dibangun, dam ini hanya ditutup sekali pada 8 November 2007. Selebihnya, dam ini menjadi obyek wisata dan pendidikan. Tetapi, lebih dari itu, konstruksi ini adalah bukti keseriusan Pemerintah Belanda dalam memberi rasa aman kepada warganya. Ini juga bukti kerja keras Belanda untuk memahami dan menyiasati alam, yang sebenarnya tak terlalu bersahabat terhadap mereka karena sepertiga daratan di Belanda lebih rendah dari muka air laut.
Hingga kini, Belanda terus berjuang melawan air. Khususnya, kenaikan permukaan air laut yang terus bertambah akibat pemanasan global. Melalui Komisi Delta, yang dibentuk oleh Pemerintah Belanda, mereka sedang merancang langkah-langkah teknis guna menghadapi tantangan baru berupa naiknya muka lautan. Alam sebenarnya bukan masalah. Tetapi, manusia mesti belajar beradaptasi dengan alam. Dalam hal ini, Belanda adalah contoh negara yang gigih menghadapi tantangan alamnya.